Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

FKH UNAIR Bekali Mitigasi Risiko Wabah Penyakit Ternak untuk Dokter Hewan Muda

UNAIR NEWS – Maraknya penyakit kuku dan mulut (PMK) di Indonesia yang terjadi beberapa tahun silam menimbulkan dampak besar terutama pada hewan ternak di Indonesia. Peristiwa tersebut menyebabkan kematian dan gangguan kesehatan yang serius pada hewan ternak.

Senada dengan hal tersebut, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga (FKH UNAIR) bersama  Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia (AFKHI) dan Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan Jawa Timur mengadakan workshop pelatihan bertajuk Mitigasi Risiko Wabah Penyakit Ternak di Indonesia. Kegiatan itu berlangsung di Aula Tandjung Adiwinata, Kampus MERR – C pada Sabtu (13/1/2024).

“Tentunya, dengan peristiwa PMK yang terjadi tahun belakangan ini menyebabkan dampak yang signifikan. Tak hanya, pada hewan ternak namun juga pada keberlangsungan hidup manusia di masa mendatang. Dengan gelaran ini,ingin mengajak para calon dokter hewan muda untuk melek akan penyakit PMK,” tutur Dr. Nusdianto Triakoso, drh. MP selaku ketua.

Turut hadir dalam gelaran tersebut, drh Helly Afiantoro menyampaikan, penyakit kuku dan mulut (PMK)  terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya, perubahan iklim dan perburuan ilegal pada hewan. Kedua hal tersebut tentu menyebabkan ketidakseimbangan pada keberlangsungan hidup hewan.

Dr Helly melanjutkan, perubahan cuaca yang ekstrim di Indonesia menyebabkan meningkatkan suhu pada permukaan bumi. Hal tersebut menyebabkan peningkatan stres dan perubahan pola makan pada hewan. Ia menambahkan, peningkatan suhu yang berlangsung terus menerus akan menimbulkan dampak yang lebih besar.

“Umumnya, manusia akan lebih memilih untuk makan di tempat yang nyaman dan suhunya sejuk. Sama halnya dengan hewan, nafsu makan mereka akan meningkat jika lingkungan yang mereka tinggal memberikan kenyamanan,” imbuh dr Helly.

Faktor lainnya yakni perburuan hewan ilegal yang dilakukan manusia. Umumnya, PMK memiliki tingkat penularan yang tinggi terutama mengalami kontak langsung pada hewan yang terjangkit. Biasanya, perburuan hewan ini dimanfaatkan untuk konsumsi manusia pada wilayah tertentu.

“Hal tersebut seharusnya tidak dilakukan oleh manusia karena mengonsumsi daging hewan sembarangan dapat menimbulkan zoonosis pada manusia. Contohnya, monkeypox, nipah dan Covid-19,” jelasnya.

Dr Helly menyebutkan, salah satu langkah untuk menangani penyakit PMK yaitu biosekuriti. Singkatnya, biosecurity adalah upaya untuk memutus mata rantai masuknya penyakit pada induk atau semang untuk menjaga agen penyakit. Nantinya, akan disimpan dan diisolasi agar tidak mengontaminasi.

Alumni FKH UNAIR itu menjelaskan, karantina menjadi langkah efektif untuk menangani permasalahan tersebut. Namun, dalam pengimplementasian karantina harus memperhatikan beberapa hal. Yakni, Advanced Laboratory of Physics (ALoP), Analisa Risiko dan Tindakan Karantina.

“Nah, untuk melakukan karantina perlu dilakukannya penelitian lanjutan untuk menentukan risiko dan tindakan yang harus dilakukan selama masa karantina. Hal tersebut supaya pencegahan atas penularan PMK dapat menurun,” tuturnya.

Pada akhir, ia mengatakan bahwa gelaran ini merupakan sebuah komitmen FKH UNAIR sebagai langkah strategis untuk mencegah dan mewujudkan Indonesia Bebas PMK. “Dengan harapan, para calon dokter hewan sekarang dapat menjadi garda terdepan untuk memberantas PMK di Indonesia,” harapnya.

Penulis: Satrio Dwi Naryo

Editor: Khefti Al Mawalia

 

Source: FKH UNAIR Bekali Mitigasi Risiko Wabah Penyakit Ternak untuk Dokter Hewan Muda

Akses Cepat

Buletin Berita

Dapatkan berita terbaru dari kami