Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Brucellosis, apakah sebahaya itu bagi sapi ?

Kelompok B Tandem 3 beranggotakan Irvan, Tuty, Linda, Elisa, Faizah, Tiffany dan Ilham melaksanakan koasistensi di Ex Lab Kemajiran Departemen Reproduksi, mengangkat topik diskusi Brucellosis pada sapi betina.

Dalam istilah bahasa jawa ternak peliharaan biasa disebut sebagai “rojo koyo”, sebutan itu menunjukkan bahwa ternak cukup penting bagi kehidupan masyarakat jawa. Provinsi Jawa Timur merupakan kantong ternak nasional dengan populasi sapi potong atau sapi perah terbanyak di Indonesia. Gangguan reproduksi dapat menyebabkan banyak kerugian pada peternakan sapi. Salah satu kasus gangguan reproduksi yang menyebabkan kerugian besar adalah Infeksi Brucella.

Infeksi bakteri Brucella disebut Brucellosis yang bersifat zoonosis. Brucellosis dikenal sebagai penyakit keluron menular. Hewan yang terinfeksi bakteri Brucella dapat mengalami gangguan reproduksi  abortus, retensi plasenta, orchitis dan epididimitis serta mengekskresikan bakteri ke uterus dan susu. Penularan Brucella dapat melalui peralatan kandang, pakan atau minum ternak yang tercemar bakteri Brucella, melalui kontaminasi fetus atau cairan abortus, melalui susu (penularan pada pedet pada saat menyusu induknya), serta melalui inseminasi buatan bila menggunakan mani yang tercemar bakteri Brucella. Saat ini penyebaran penyakit brucellosis di Jawa Timur telah menyerang pada 17 kabupaten/kota antara lain : Malang, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Lumajang, Jombang, Mojokerto, Kediri, Tulungagung, Banyuwangi, Madiun, Tuban, Blitar, Gresik Kota Probolinggo, Kota Surabaya dan Kota Batu.

Brucella dapat di cek melalui apa aja? Ada 2 cara pengujian Brucella, yaitu pengujian Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test (CFT) merupakan uji standar yang diterapkan oleh OIE. Uji RBT berfungsi sebagai uji skrining awal. Prof Herry mengatakan “ya kalau sudah ditemukan kasus abortus pada sapi, lebih hemat dilakukan pengujian RBT karena biayanya lebih murah dan lebih efektif, karena uji RBT itu hanya melihat kadar antibodi pada sapi. Jadi jika antibodi tinggi, maka abortus positif karena brucellosis. Jika untuk sapi yang tidak mengalami abortus dan hendak dilakukan pengecekan maka disarankan untuk melakukan CFT, tetapi harganya lebih mahal”.

Pengobatan Brucellosis pada ternak menggunakan antibiotik selama ini belum membuahkan hasil. Prof Herry menyampaikan “Jika ditemukan ternak yang positif Brucellosis disarankan dilakukan pemotongan ternak secara bersyarat dengan pengawasan yang ketat, karena jika tetap dibiarkan maka ternak terinfeksi akan menjadi sumber penularan penyakit bagi ternak lainnya dan akan berakibat kerugian yang lebih besar”. Hal ini sama dengan pedoman terkait Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Brucellosis telah diatur sesuai Keputusan Menteri Pertanian nomor 828/KPTS/OT.210/10/1998. Ada dua strategi pemberantasan berdasarkan tingkat kejadiannya yaitu apabila prevalensi reaktor ≥ 2%  (kategori tertular berat), maka dilakukan vaksinasi. Sedangkan pada daerah kategori tertular rendah (prevalensi < 2%), ditetapkan dengan teknik uji dan potong bersyarat (test and slaughter). Penentuan kategori prevalensi dilakukan dengan surveilans baik itu surveilas aktif maupun surveilans pasif. Penetapan prevalensi harus dilakukan dengan prevalensi wilayah/kelompok yang dikalkulasikan dengan hasil CFT.

Akses Cepat

Buletin Berita

Dapatkan berita terbaru dari kami